Kenapa Warga Kota Tiba-Tiba Ngotot Ikut Tari Rakyat?

Mengenal Tren: dari Kampus ke Panggung Rakyat

Pertanyaan “Kenapa warga kota tiba-tiba ngotot ikut tari rakyat?” muncul bukan tanpa alasan. Dalam pengalaman saya mengamati kegiatan kemahasiswaan selama lebih dari satu dekade, fenomena ini berkaitan erat dengan kebutuhan mahasiswa perkotaan akan koneksi sosial, identitas, dan soft-skill yang sulit didapat hanya dari perkuliahan. Ketika program tari rakyat dipromosikan di kampus—sering kali sebagai bagian dari UKM, mata kuliah pengembangan diri, atau festival budaya—respons antusias terlihat: dari mahasiswa teknik hingga ekonomi, banyak yang mendaftar meski awalnya belum pernah menari.

Review Mendalam: Program Tari Rakyat di Kampus

Saya menilai tiga program tari rakyat di universitas berbeda selama semester terakhir: Program A (UKM), Program B (mata kuliah pilihan), dan Program C (kolaborasi komunitas kampus dengan sanggar lokal). Metode penilaian meliputi frekuensi latihan, kualitas pengajar, kurikulum, keterlibatan peserta, dan outcome nyata seperti penampilan di acara kampus. Saya hadir di sesi awal, mengikuti dua minggu latihan, dan menilai performa pada pentas akhir—metode yang memberi gambaran operasional bukan sekadar teori.

Hasilnya: Program A unggul pada kesinambungan (latihan rutin 2x/minggu selama 12 minggu) dan komunitas—hadirnya senior membangun jaringan kuat. Program B menawarkan pendekatan akademis: ada penilaian tertulis, refleksi budaya, dan kredit SKS—bagus untuk yang butuh output resmi. Program C paling intensif; bekerjasama dengan sanggar profesional sehingga teknik dan koreografi lebih rapi, namun membutuhkan komitmen waktu yang tinggi (3x/minggu) dan akan menyulitkan mahasiswa dengan beban kuliah padat.

Saya menguji aspek fisik juga: sesi 90 menit membakar energi nyata, serupa dengan latihan kardio ringan. Dari perspektif keterampilan, peserta memperlihatkan peningkatan signifikan pada koordinasi, ritme, dan stage presence dalam 6–8 minggu. Dari sisi emosional, observasi wawancara singkat memperlihatkan penurunan laporan stres dan peningkatan perasaan kepemilikan identitas budaya—efek yang tidak sederhana diukur, tapi konsisten terbaca.

Kelebihan dan Kekurangan bagi Mahasiswa

Kelebihan: pertama, penguatan jaringan sosial. Dalam pengamatan saya, satu kelompok tari bisa jadi jaringan profesional kelak—terbukti beberapa alumni mendapat kesempatan magang lewat relasi UKM. Kedua, transferable skills: komunikasi nonverbal, kepemimpinan (ketika jadi koordinator), manajemen waktu. Ketiga, nilai tambah CV: pengalaman memimpin atau tampil dalam acara besar dapat dicatat sebagai achievement nyata. Keempat, kesehatan mental—banyak mahasiswa menyebut sesi tari sebagai coping mechanism menghadapi deadline.

Kekurangan: komitmen waktu adalah masalah utama. Program C yang sangat baik tekniknya juga yang paling mengganggu studi ketika musim UTS. Kedua, ada risiko superficialitas budaya jika program tidak dikelola oleh pengajar yang paham konteks tradisi; beberapa program yang saya amati cenderung “komersial”—mengubah tari menjadi atraksi tanpa konteks. Ketiga, ada biaya (kostum, transport) yang kadang membebani mahasiswa. Sebagai catatan perbandingan: modern dance atau olahraga memberikan hasil fisik serupa tetapi kurang pada aspek cultural literacy; volunteering menawarkan jaringan tetapi tidak memberikan stage presence atau ekspresi artistik yang sama.

Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis

Sekilas, ikut tari rakyat bukan sekadar tren estetika. Dari pengujian saya, ini adalah investasi kecil dalam soft-skill, jaringan, dan kesejahteraan—asalkan dipilih dengan bijak. Rekomendasi saya untuk mahasiswa: tentukan tujuan terlebih dulu. Butuh SKS atau nilai akademik? Pilih program yang terakreditasi seperti Program B. Ingin jaringan dan suasana santai? UKM (Program A) lebih cocok. Mengejar kualitas teknis dan siap komitmen tinggi? Cari kolaborasi dengan sanggar profesional (Program C), atau kunjungi pusat komunitas seperti labuca untuk informasi workshop dan jadwal pelatihan lokal.

Praktik yang saya sarankan berdasarkan pengalaman mentoring: coba sesi percobaan 2–4 minggu sebelum mendaftar; komunikasikan jadwal latihan dengan dosen saat musim ujian; alokasikan biaya kostum ke dalam anggaran personal; dan evaluasi outcome—apakah Anda mendapatkan teknik, jejaring, atau kepuasan pribadi? Jika tujuan Anda karir atau portofolio, pilih program dengan penampilan formal dan dokumentasi video untuk portofolio.

Terakhir, jangan anggap tren ini sepele. Untuk mahasiswa perkotaan, tari rakyat dapat menjadi jembatan: menghubungkan kehidupan kampus dengan akar budaya, memperkaya CV, dan memberi ruang untuk bernafas di tengah tekanan akademik. Pilih dengan tujuan. Uji dulu. Dan ingat—kualitas pengalaman sering kali ditentukan oleh satu keputusan kecil: berapa banyak komitmen yang siap Anda beri.